Langsung ke konten utama

Resensi Buku (Kelompok) : "Mereka Bilang Saya Monyet" (karya Djenar Maesa Ayu)

Judul :  Mereka Bilang, Saya Monyet
Pengarang : Djenar Maesa Ayu
Penerbit :  Gramedia Pustaka Utama 
Jenis : Fiksi
Klasifikasi : Kumpulan cerpen
Tebal : 133 halaman
No. ISBN : 978-979-686-993-0
Cetakan : Cetakan X, 2012

Kumpulan cerpen “Mereka BIlang, Saya Monyet” ini ditulis oleh Djenar Maesa Ayu. Djenar mengangkat tema feminisme dalam kumpulan cerpen ini karena menyebutkan banyak istilah sex yang masih dianggap tabu untuk beberapa orang. Cerpen ini terdiri dari 11 kumpulan cerpen. Dalam kumpulan cerpen “Mereka Bilang, Saya Monyet” menggambarkan kehidupan masyarakat menengah ke atas yang serba glamour di daerah kota atau metropolitan yang sudah tidak asing lagi dengan diskotik, minuman keras, dan rokok untuk semua kalangan, dari muda hingga dewasa. Cerpen ini juga menceritakan realitas yang memprihatinkan mengenai tingginya angka kekerasan terhadap perempuan serta anak-anak, juga menceritakan free sex yang saat ini banyak terjadi. Dalam cerpen ini cerita bukanlah rekayasa saja, tetapi berdasarkan realita yang ada di kota-kota besar Indonesia saat ini. Di samping itu kita juga harus membuka mata bahwa kehidupan yang sebenarnya  di sebagian kota besar Indonesia sekarang seperti itu. 

Cerpen pertama yang berjudul “Mereka Bilang, Saya Monyet” menceritakan tokoh aku yang sedang berada di sebuah diskotik. Tokoh aku menjumpai seorang yang bertubuh manusia tetapi berkepala hewan. Saat ia hendak memasuki kamar mandi dan ingin  buang air kecil, pintu kamar mandi tersebut tertutup. Namun dari luar ia mendengar suara desahan yang terdengar dari dalam kamar mandi itu. Ia mengintip melalui lubang pintu kamar mandi. Namun tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan muncullah seorang laki-laki dan perempuan dari dalam kamar mandi tersebut. Laki-laki itu berkata bahwa tokoh aku seperti monyet yang tidak tau sopan santun. Tokoh aku bingung, sebenarnya perilaku bagaimana yang sebenarnya abik. Apakah perilaku seperti hewankah yang menurut mereka baik ?

Cerpen ke dua yang berjudul “LIntah”  menceritakan seorang gadis yang ibunya memelihara lintah. Gadis itu selalu merengek kepada ibunya untuk memelihara hewan lain. Lintah itu dibuatkan tempat oleh ibunya seperti kandang. Gadis itu penyayang binatang, tetapi ia sangat benci terhadap lintah. Lintah itu kadang mengganggu gadis itu ketika menonton televise. Namun ibunya lebih membela lintah daripada dirinya. Setelah ibu pulang dari kerja, ibu mengajak lintah untuk masuk ke dalam kamar. Gadis itu sering mendengar suara desahan ibu dan lintah itu berbaur menjadi satu. Sekarang ibu sering membawa lintah kemana saja. Lintah membelah dirinya menjadi beberapa bagian. Kadang lintah itu menjelajahi tubuh gadis itu dengan menghisap darahnya. Lintah sudah berubah menjadi ular kobra. Yang sekarang sudah melucuti pakaian gadis itu. Ibu mengandung Maha dan sebentar lagi akan menikah. Ibu akan menikah dengan lintah.

Cerpen ke tiga yang berjudul “Durian” menceritakan Hyza yang sedang mengalami kegundahan karena adanya sebuah durian. Ia bermimpi seorang laki-laki datang padanya dengan membawa duria keemasan. Sepanajng hidupnya Hyza tak sudi makan durian karena dulu sewaktu kecil ia bermimpi setelah Hyza makan durian perutnya membesara dan melahirkan bayi yang berpenyakit kusta. Hyza mencium bau durian yang ditemukan oleh Bi Inah pembantu dirumahnya. Durian itu ditemukan dari tong sampah. Sudah hampir sebulan Hyza tidak berselera makan. Ia hanya ingin makan durian. Hyza kembali ke ruang Bi Inah untuk melihat duria itu tetapi durian itu sudah tidak ada. Setelah kembali ke kamar Hyza terkejut karena ketiga anaknya telah menderita penyakit kusta. 

Cerpen ke empat yang berjudul “Melukis Jendela” menceritakan Mayra mengisahkan seorang gadis perempuan yang ayahnya adalah seorang penulis sedangkan ibunya tidak diketahui. Mayra tidak pernah tau siapa ibunya karena ayahnya tidak pernah memberitahunya. Karena tidak mengetahui ibunya, Mayra melukis seorang perempuan berkebaya dan berselendang sedang memangku dirinya. Mayra selalu melimpakan segala amarah, kekesalan pada lukisannya itu. Hidup Mayra terasa sepi.ayahnya tidak pernah dirumah. Sekalinay dirumah ayahnya sibuk menulis dan mengunci kamar dan berduaan dengan seorang perempuan di dalam kamar itu. Mayra dinyatakan lulus SD. Ia diterima di SMP yang diinginkannya. Saat ia ingin memberi kabar baiknya kepada ayahnya. Seorang perempuan didalam kamar itu bilang jika ayahnya tidak mau diganggu. Mayra berjalan menuju kamarnya, ia tertidur dan bermimpi bersama keluarganya merayakan kelulusan Mayra dengan pergi ke restaurant. Namun setelah Mayra bangun ia harus menerima kenyataan pahit yang dialaminya. Kemudian Mayra membakar lukisan itu. Mayra melukis jendela tanpa tirai di kamarnya. Ia menemukan hidup baru dimana ia dihampiri oleh anak kecil yang menggandengnya menuju pelangi emas yang bertahtakan mutiara. Seorang laki-laki menunggu Mayra dan membentangkan tangannnya untuk memeluknya. Pembantu Mayra masuk ke kamar Mayra membangungkannya untuk pergi ke sekolah. Mayra tidak ada di kamar dan tak akan pernah kembali. 

Cerpen ke lima yang berjudul “SMS” cerpen ini menceritakan sebuah pesan singkat yang dilakukan oleh Borm, Vira, Tya, Jo, dan Armand. Mereka semua saling berjanjian untuk bertemu. Namun Borm, Vira, Tya, Jo, dan Armand bukanlah seorang lima sahabat. Mereka hanya seperti main kucing-kucingan. Vira adalah seorang perempuan yang berpacaran dengan Borm. Vira dan Borm sangat mesra ketika bercakap-cakap di pesan singkatnya. Saat Borm berpamitan akan pergi meeting melalui pesan singkatnya, Vira menerima pesan singkat dari Armand. Armand mengirim pesan singkat kepada Vira yang isinya akan mengajak Vira untuk pergi makan siang di restaurant. VIra akhirnya setuju dan berangkat makan siang dengan Armand. Borm ternyata berbohong jika ia hendak pergi meeting. Borm ternyata pergi dengan Tyana ke sebuah restaurant untuk makan siang. Tyana berpamitan dengan suaminya untuk pergi. Tyana juga mengobrol dengan Robert di pesan singkatnya. Mereka semua sibuk dengan peran yang dimainkan masing-masing di kehidupannya.

Cerpen ke enam yang berjudul “Menepis harapan”  seorang perempuan yang sedang duduk di café menikmati sebatang rokok yang ada dimulutnya. Perempuan itu duduk di dekat jendela sambil menikmati pemandangan luar dan melihat pohon natal yang menjulang tinggi. Beberapa keluarga berfoto untuk mengabadikan keindahan itu, perempuan itu teringat akan masa kecilnya dahulu. Dimana sang Ayah mengangkat tubuhnya tinggi untuk mencapai pohon natal itu, namun sekarang ayahnya sudah tidak lagi ada. Tidak ada lagi Ibu yang mengatakan puja-puji untuknya. Tak sengaja di sudut matanya perempuan itu melihat seorang laki-laki, tampak jelas kekecewaan pada wajah laki-laki itu. Perempuan itu teringat akan Glen, seseorang yang sangat ia rindukan sentuhan halusnya, rindu kehangatan tubuh Gleen. Gleen sendiri sudah mempunyai anak dan istri, perempuan itu membayangkan apa yang sedang dilakukan Gleen dengan anak istrinya saat ini. Perempuan itu menyulut batang rokok yang ke empat kalinya, pandangannya bertumbuk pada sebuah keluarga di depannya. Ia teringat kembali kehangatan keluarganya sebelum ayahnya pergi. Salah satu personel band mengingatkannya untuk segera bersiap-siap menyanyi. Dikejauhan ia melihat sosok laki-laki yang berdiri menatapnya. Laki-laki yang telah membuat hidupnya hancur. 

Ceren yang ketujuh yang berjudul “Waktu Nayla” menceritakan perempuan bernama Nayla yang menderita penyakit ovarium. Nayla tidak siap dengan kematian yang akan menghampirinya. Ia ingin sekali bisa menunda waktu agar masih bisa berlama-lama di bumi. Watu sudah tidak bersahabat baik baginya, karena waktu sangat cepat berlalu baginya. Nayla iri dengan orang yang masih bisa saling bergandengan tangan, merasakan kehangatan dalam keluarga. Tetapi itu semua tidak bisa, Nayla sudah tidak mempunyai waktu. Bahkan untuk memanjakan perasaanya saja Nayla tidak mampu. Nayla tidak bisa menghitung hari kematiannya, Nayla bingung harus mulai menghitung darimana. Dari munculnya penyakit itu dalam rahimnya, dari penyakit itu berkembang dalam tubuhnya, dari ditetapkannya Nayla menderita penyakit ovarium, Nayla bingung. Yang ingin ia lakukan hanya memacu cepat laju mobilnya serta memohon ampun atas dosa-dosanya yang pernah ia lakukan kepada Tuhan sebelum ia menjadi abu. 
“Nayla ingin menunda waktu. Nayla ingin menunda siang hingga tak kunjung tiba malam. Nayla ingin merapas bulan supaya matahari tetap bersinar. Nayla ingin menghantamkan palu ke jam sehingga alaramnya bungkam, Nayla ingin menunda kematian.”

Cerpen ke delapan yang berjudul “Wong Asu” menceritakan tokoh saya yang bersahabat dengan wong asu. Wong asu sendiri ada manusia yang halnya seperti kita. Wong Asu memiliki naluri seperti binatang. Wong Asu sudah meninggal, Ayah dan Ibu Wong Asu juga sudah meninggal. Sejak kecil Wong Asu diperlakukan tidak baik oleh orangtuanya. Wong Asu dibiarkan bersetubuh dengan pasir hingga organisme oleh kedua orangtuanya. Cambuk berada ditangan ibunya, dan rotan berada di tangan ayahnya. Wong Asu mendapat pelecehan, kedua orang tuanya juga mengalami pelecehan saat waktu kecil dengan cara yang berbeda. Wong Asu memang anjing, tetapi manusia dengan naluri anjing tetap rendah daripada anjing. Tokoh saya membunuh Wong Asu dengan kesadaran dan membunuh kedua orangtua Wong Asu karena rasa simpati kepada Wong Asu. 

Cerpen ke sembilan yang berjudul “Namanya, …” menceritakan seorang anak perempuan yang bernama Memek Sumarno yang biasanya dipanggil Memek. Teman-teman Memek selalu mengejek Memek karena namanya dianggap bukanlah hal yang wajar. Sewaktu kecil Memek bangga dengan namanya, karena Memek mengira nama Memek Sumarno berarti anak kesayangan bapaknya. Saat dewasa Memek bertanya kepada ibunya apa arti nama Memek sebenarya ibu Memek marah. Ibu Memek berkata bahwa ayah Memek tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Setelah kejadian itu Memek mulai membenci dan cemburu dengan temannya yang berawalan huruf me. Memek mulai mengadu domba teman-temannya saat di sekolah. Memek juga berpura-pura baik terhadap teman-temannya sehingga Memek disukai banyak orang dan diangkat menjadi ketua osis. Karena kesibukannya mengadu domba nilai Memek menjadi turun. Memek menyusun strategi agar tidak dikeluarkan oleh kepala sekolah dengan berbagai cara juga agar ibunya tidak marah. Memek mempunyai ide untuk menggoda kepala sekolah, karena Memek menganggap semua laki-laki itu sama saja. Memek mencoba berdandan seperti ibunya dan memperagakan apa saja yang dilakukan ibunya. Saat semua sudah siap, Memek mulai berjalan ke ruang kepala sekolah. Tetapi saat itu Memek mendengar suara desahan yang sangat ia kenal dari ruang kepala sekolah yang tak lain adalah suara desahan dari ibunya. 

Cerpen ke sepuluh yang berjudul “Asmoro” bercerita tentang seorang laiki-laki yang bernama Asomoro yang gemar menulis cerita. Asmoro mengalami pergulatan hati dan batin tentang imajinasinya  yaitu sosok perempuan yang bernama Andjani. Saat ceritanya akan selesai Asmoro tidak sanggup menyelesaikan ceritanya, karena jika cerita itu selesai pertemuannya dengan Andjani juga akan berakhir dan mereka harus berpisah. Asmoro tidak rela jika ia harus berpisah dengan Andjani sosok perempuan imajinasinya.

Cerpen ke sebelas yang berjudul “Manusya dan Dia”  menceritakan tokoh Manusya dan Dia. Yang dimaksud Dia adalah Tuhan. Dimana Dia telah menjadi bagian perangkat dalam tubuh manusya. Ketika Manusya bergerak, Dia ikut bergerak. Ketika Manusya bernafas, ia juga merasakan Dia bernafas menggunakan paru-parunya. Manusya terganggu dengan kehadiran Dia dalam memori kepalanya. Manusya lelah karena akalnya telah dimanipulasi oleh Dia. Manusya pergi ke kafe langganan dengan mobilnya. Manusya menengguk bir dalam mulutnya hingga mabuk serta menunggu kafe itu sampai tutup. Manusya membanting gelasnya. Puluhan pasang mata melihatnya dengan tatapan jijik. Maanusya lalu membayar tagihan. Manusya lalu pergi dengan mobilnya, roda mobil Manusya terus begulir menjauh dari Dia. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Puisi-Puisi Cinta (karya W.S Rendra)

Judul : Puisi-Puisi Cinta Penulis : W.S Rendra Penerbit : Benteng Pustaka Halaman : 100 Halaman Waktu Terbit : September 2015 Buku yang berjudul "Puisi-puisi cinta" ini merupakan salah satu antologi (kumpulan) puisi yang dibuat oleh Alm. W.S Rendra ketika ia duduk di bangku SMA sampai di usia senjanya. Antologi ini dibagi menjadi 3 bab atau dengan istilah "Puber". Bab pertama berjudul Puber 1 berisi 24 puisi-puisi nya ketika ia sedang duduk di bangku sekolah. Menggambarkan ketika ia sedang jatuh cinta terhadap seorang wanita sebaya nya. Bab 2 berjudul Puber 2 memuat 3 puisi yang menyatakan isi hatinya. Bab 3 berjudul Puber 3 menunjukkan kesetiaan nya terhadap puisi di usia senjanya. 3 karya puisi yang dibuat dalam puber ini. Selain kumpulan puisi, terdapat juga biografi singkat penyair termasyhur ini sekaligus pengantar dari editor buku ini. Bagi yang ingin mencari referensi antologi puisi, buku ini sangat direkomendasikan, terutama pembaca yang i

Resensi Buku : Derabat (Kumpulan Cerpen Harian Kompas 1999)

Judul Buku : Derabat Penyunting : Kenedi Nurhan Tahun Terbit : 2017 Penerbit : Penerbit Buku Kompas Tebal Halaman : XXXVIII + 210 halaman Pada aslinya Derabat  bukan merupakan judul dari pada buku ini, merupakan salah satu judul cerpen karya Budi Darma.  Disini kita akan melihat 20 karya cerpen terbaik yang pernah dibuat pada tahun 1997-1999 untuk diterbitkan oleh Harian Kompas. Tidak hanya itu, ada bagian pengantar dari penerbit beserta komentar dari Toety Heraty & Ahmad Sahal. Berikut adalah sinopsis dari cerpen-cerpen yang ada  1. Derabat (karya Budi Darma) Bercerita tentang seorang Penarik Pendati yang mulai diganggu oleh seekor burung yang ia sebut Derabat ditengah teror yang dibuat seorang pemburu yang bernama Matropik dan kawan-kawannya untuk desanya. 2. Nasib Seorang Pendengar Setia ( karya Jujur Prananto) Darsono mencurahkan isi hatinya kepada dokter betapa jenuh nya ia mendengarkan lelucon dari bos kantornya yang cenderung tak lucu serta monoton. 3. AAA!III...

Tugas Ujian Akhir Semester Membaca Sastra : Resensi "Aku Ingin Menjadi Peluru" karya Wiji Thukul

A. Identitas Buku 1. Judul : Aku Ingin Menjadi Peluru 2. Penulis : Wiji Thukul 3. Penerbit : INDONESIATERA 4. Tebal : XXIV + 223 Halaman 5. Waktu Terbit : April 2004 (cetakan kedua) B. Resensi Kita mungkin mengenal seorang Wiji Thukul sebagai salah satu aktivis yang "dihilangkan" oleh kekejaman rezim yang pernah berlangsung dahulunya. Tapi kita mesti tahu bahwa kata-kata yang ia buat membuka mata hati kita terhadap kesenjangan sosial yang terjadi waktu itu. Lewat buku Aku Ingin Menjadi Peluru lah, ia menuangkan apa yang ia alami dan ia lihat melalui puisi-puisi yang unik dan perlu kita pahami.  Ada sekian banyak puisi yang dibagi dalam 5 bab yakni " Lingkungan Si Mulut Besar", "Ketika Rakyat Pergi", "Darman dan Lain-lain", "Puisi Pelo",  dan "Baju Loak Sobek Pundaknya". Di buku ini juga terdapat pengantar langsung dari Alm.Munir yang juga merupakan aktivis HAM, wawancara Wiji Thukul oleh salah satu wartawan, biogr